Blog

Sebuah catatan buat rujukan entar-entar

Suatu sore seorang teman yang sedang emosi dan setengah putus asa melontarkan kalimat yang lumayan pedas. Situasinya adalah saya membatalkan janji mengikuti sebuah pertemuan bersamanya karena mendadak atasan saya mengajak bicara urusan pekerjaan. Dalam hitung-hitungan lalu lintas Ibu Kota, saya yakin tidak bisa menemui teman saya seusai diskusi dengan si atasan tadi. Itu sebabnya saya batalkan saja janji itu. Dia rupanya tidak terima. Dan dalam konteks tidak sedang bercanda di ponselnya dia bilang, “Kok masih mau-maunya sih disuruh-suruh orang? Emang dibayar berapa sih lo?”

Sebuah kalimat yang rasanya agak menyengat bila diucapkan kepada seorang pegawai upahan. Apalagi dari seorang teman. Sempat terlupakan memang. Tapi akhirnya setelah ditahan-tahan, diendapkan sedikit, dilupakan lagi, sepekan kemudian malah jadi catatan.

Dalam sebuah buku manajemen milik seorang teman di asrama pada masa kuliah dulu, saya masih ingat sebuah artikel tentang perlunya peningkatan status seseorang dari E (employee) menjadi O (owner). Karier tidak akan semata-mata berakhir dengan kenaikan upah, jabatan, dan perubahan warna kartu kredit dari perak ke emas, emas ke platinum, tapi juga keberanian dan pengetahuan untuk merintis usaha sendiri. Faktor lain yang penting tentu adalah kecukupan modal.

Ibu Maxine Clark adalah orang yang telah memiliki pengalaman 30 tahun bekerja di industri ritel. Pada masa pensiunnya ia mengambil keputusan terjun ke bisnis boneka dan mendirikan jaringan ritel Build-a-Bear-Workshop dengan mempertaruhkan US$ 750 ribu (tahun 1997)—sejumlah uang yang seharusnya bisa dipergunakan untuk menghabiskan masa tuanya. Namun, idenya yang cerdas (melibatkan emosi konsumen alih-alih sekadar menjadi penjual boneka) mengantar Ibu Clark menjadi peritel sukses yang beroperasi dengan lebih dari 200 cabang di seluruh dunia. Kisah sukses Ibu Clark sudah dibukukan dengan judul “The Bear Necessities of Business: Building a Company with Heart”. Dalam buku itu dijelaskan bagaimana Ibu Clark membuat konsumen merasakan pengalaman emosional saat memilihkan pakaian ataupun menerima akta kelahiran boneka beruangnya.

Lalu, apakah harus menunggu sepuh dulu baru boleh berkhayal jadi owner? Sesuai dengan syarat tadi, minimal harus ada keberanian dan modal. Sisanya adalah peluang. Bekerja sampai sepuh adalah cara paling logis dan paling aman buat seseorang yang berangkat dari modal nol menjadi seseorang yang bermodal. Tapi sepuh pada umumnya agak lambat membuat perhitungan dan kurang gesit mencari peluang. Lalu, kapan seseorang dapat mengangkat dirinya menjadi owner?

Pertama, tentukan bidang yang ingin Anda geluti. Pelajari taktik dan strategi orang-orang yang ada di bisnis itu. Bila bidang yang ingin Anda geluti sama sekali baru, pelajari kebutuhan pasar dan buat strategi pemasaran atas barang atau jasa yang bakal Anda hasilkan dalam hitungan 5 tahun ke depan tanpa pesaing. Lalu buat lagi strategi pemasaran Anda dalam hitungan 10 tahun ke depan dengan 3 kompetitor. Manfaatkan setiap peluang.
Kedua, siapkan modal. Sebuah rencana bisnis yang matang besar kemungkinan direstui bank ataupun institusi penyedia modal lainnya.

Ketiga, efektifkan iklan dan bauran promosi Anda lainnya. Pertimbangkan pemanfaatan ambient media yang lebih murah ketimbang hanya berpatokan kepada media iklan tradisional.

Keempat, tepati janji seperti janji iklan Anda dan jangan pernah memberi janji yang sama seperti yang diberikan kompetitor Anda. Konsumen pasti memilih diskon 40 persen ketimbang diskon 39 persen, bukan?

Kelima, bila semuanya berjalan sesuai rencana dan Anda berminat meraih sukses seperti Ibu Clark dalam bukunya itu, silakan hubungi saya, Victor, penulis biografi freelance yang bakal membuat dunia pemasaran heboh, seheboh kisah sukses Anda.

Serius amat baca advertorial?
Eh tapi serius neh, inget-inget gw ya kalo udah sukses entar-entar.
Victor, maju seiring langkah sukses Anda.
(Diskon 41 persen untuk 3 pengirim e-mail pertama!)

No comments: