Blog

Saya dan Infotainment

Sekali waktu saya dan beberapa teman pergi meliput sebuah launching produk lengkap bersama para bintang iklan yang menjadi duta produk tersebut. Selewat acara makan-makan dan obrolan singkat seadanya dengan para pemasar produk tersebut, acara launching selesai. Tapi bukan berarti kerja telah selesai. Buat sebagian wartawan yang hadir, itulah saatnya kerja dimulai. Para duta produk yang notabene artis langsung diserbu belasan reporter. Sebagian besar membawa perangkat kamera, microphone, baterai, dan dua handlamp kecil yang ditempel di atas kamera berkaset miniDV, kamera andalan reporter infotainment.

Tapi itu belum membuat saya terkejut. Yang paling heboh adalah topik yang dibicarakan. Jauh sekali melenceng dari kegiatan launching yang baru saja lewat 5 menit silam. Pertanyaan pertama adalah, “Mbak, kabar yang beredar bilang Mbak selingkuh dengan xxx. Apa komentar Mbak?”

PBNU menjatuhkan fatwa haram salah satunya adalah terhadap tayangan kawin-cerai selebritis. Menurut Hasyim Muzadi, Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama, sejumlah infotainment telah melakukan gibah alias bergunjing. Tentang kebebasan pers Hasyim bilang, “Kebebasan itu bebas nilai atau kebebasan harus bernilai?”

Opini majalah Tempo mencontohkan liputan gosip perceraian Dewi Persik dan suaminya, Saiful Jamil, itu tidak ada hubungannya dengan kehidupan pribadi publik kebanyakan. Bahkan Tempo mempertanyakan kualitas “jurnalisme investigasi” ala wartawan infotainment. Dan yang paling menyebalkan, kata Tempo, “...pembawa acara yang kerap ‘berkhotbah’ di penghujung acara.”

Arswendo Atmowiloto memberi judul karangannya di kolom Tempo dengan kata Idiotainment. “Kalau seorang artis musik nikah lagi atau nikah diam-diam dengan teman istrinya, itu urusannya. Tapi kalau berlanjut saling hujat dengan ayah kandung tentang siapa yang lebih sering kawin, dan siapa yang naksir siapa, pastilah bukan jenis info yang mencerdaskan bangsa,” begitu kata Arswendo.

Seorang pionir tayangan infotainment pernah bilang kepada saya sekali waktu saat saya mampir ke kantornya, “infotainment adalah penjaga nilai-nilai yang ada di masyarakat. Kawin-cerai yang selama ini terjadi di kalangan selebritis tidak pernah diketahui masyarakat sebelum ada infotainment. Tabu untuk dibicarakan tapi sudah biasa dilakukan.” Saat itu saya menganguk-angguk sepakat dengan tujuan “mulia” si pionir tadi bersama infotainment-nya. Setelah itu kami kembali membicarakan tentang tren bergesernya iklan deterjen, sampo, bumbu masak, mi instan, dan pemutih, menjadi iklan produk dengan khalayak sasaran pria dan anak-anak.

Seorang teman bertanya kepada saya setelah lama tidak bertemu selepas SMA. “Kamu jadi wartawan?” Saya mengangguk. “Wartawan apa?” Saya katakan saya menulis di majalah pemasaran. “Ooo kenapa enggak infotainment aja? Kan asyik tuh ketemu artis ha-ha-ha.” Saya cuma ikut-ikutan terkekeh, sambil terus mengingat ucapannya yang terakhir dan membayangkan jika saya harus berburu artis di acara launching produk sambil menodongkan pertanyaan, “Mbak katanya bisa di-booking. Berap... eh... Apa komentar Mbak?”

No comments: