Blog

Lil miss sunshine

Keluarga Hoover sudah pasti bukan keluarga idaman, sakinah, atau apa pun yang ideal. Keluarga Hoover adalah Richard yang memilih menang sebagai tuhan dan pecundang sebagai sesuatu yang tidak suci tapi toh tidak dapat menahan diri melakukan hal-hal bodoh; Sheryl, ibu yang tidak tenang, mandiri, dan menyimpan kebiasaan merokok; Dwayne, adalah gambaran tipikal remaja yang sering kali ditampilkan di TV secara berlebihan sebagai makhluk yang terlalu keras berusaha mencari jati diri; dan Olive, si bungsu yang menolak menjadi pecundang seperti ayahnya tapi banyak belajar dari sang kakek.

Adalah Olive, anak 7 tahun, yang oleh dorongan orang tuanya menjadi semakin bersemangat mengikuti kontes bakat di California sana. Sebuah rencana perjalanan sejauh 800 mil digelar. Semua yang ada di rumah diajak. Selain keluarga inti, turut serta Frank, kakak Sheryl, yang terpaksa diamankan di rumah mereka setelah gagal bunuh diri karena terbakar cemburu oleh pasangan homonya; dan Edwin, ayah Richard, yang masih harus menjadi junkie dan bermulut cabul di masa tua.

Perjalanan itu adalah hiburan utama di film ini. Banyak hal terjadi antara Albuquerque dan Pantai Redondo. Banyak pelajaran tentang saling mendukung. Sepanjang film ini kita akan selalu tertawa. Satu hal yang saya yakini sangat ingin ditampilkan sutradara pasutri Jonathan Dayton dan Valerie Faris bukan sebagai kekonyolan belaka.


Kekuatannya adalah pada skrip yang riang, seadanya, tapi mengejutkan. Seperti saat Edwin menasihati cucunya di dalam VW kuning itu. Little Miss Sunshine benar-benar menjadi Little Miss Sunshine (satu karakter buku anak yang kebetulan menggunakan nama yang sama) yang mengubah Miseryland menjadi Laughterland.

Tapi selain dialog yang cerdas dan menghibur, kita juga terpaksa terganggu oleh kekonyolan Richard. Yup, adegan ketika polisi itu menghentikan perjalanan mereka. Diselamatkan oleh buku porno? Oooh plis deh.

Lalu ada lagi. Seperti yang kita duga mereka terlambat sampai ke meja pendaftaran. Olive kecil tidak diperbolehkan mendaftar meski pada akhirnya ia diizinkan atas bantuan seorang panitia. Belum separah adegan polisi tentunya. Tapi okelah.

Kisah tentang sepak terjang film ini di Sundance Film Festival bermula setelah itu. Tidak perlu ada penjelasan panjang di sini. Karena saya tidak ingin merusak kejutan yang dibuat dengan susah payah oleh si pembuat film dan kenikmatan Anda menonton.

Menurut Richard, pecundang biasanya menyerah karena ketidakberdayaannya untuk melawan. Tapi dalam film ini, para “pecundang” tidak menyerah walaupun toh pada akhirnya Olive kecil naik ke atas panggung. Dwayne sudah mewanti-wanti, “I don’t wanna these people to judge Olive. Fuck them! Everyone gonna laugh at her.” Dan benar saja, kita juga tertawa. Chicago Sun-Times bilang, “The funniest laugh-out-loud audience pleaser at the Sundance Film Festival.”

Satu hal yang perlu dicatat adalah saat lidah Anda tercekat saat pertama kali melihat aksi Olive kecil di atas panggung, itulah reaksi paling jujur. Karena pada dasarnya kita memang menolak hal-hal semacam itu. Tapi reaksi kedua yakni menertawakannya, itu juga wajar. Karena memang banyak hal konyol yang sering dilakukan anak usia 7 tahun, meski sejujurnya kita tahu dia hanya meniru orang-orang di sekitarnya. Jadi, monggo lho... (
you do what you love and fuck the rest, dan kita tidak pernah bisa menjadi pecundang).

No comments: