Blog

nyusruk

Seorang remaja tersungkur dari motornya. Tadi malam. Sebuah motor lain mendadak muncul memotong jalan. Darahnya kental. Remaja itu tidak mengerang, dia sudah semaput ketika ban belakang motornya sendiri jatuh di atas kepalanya. Rahang kirinya goyah menghantam bumi.

Jalanan remang-remang Kacamataku mana? Sakiiiit sekali Uh ada motor di atas Anjing! Kacamataku mana?
Anjing gw berdarah Uh mulutnya gak bisa ditutup Anjing! Sakit


Entah dari mana kok ada polisi. Oh, dari seberang. Poltabes Kota Bandung persis di seberang TKP.

Terima kasih tuhan.

Dik? Masih sadar?
Iya, Pak.
SIM dan STNK?
Hah?
SIM sama STNK-nya mana?
Hah? Pak, mulut saya keluar darah.
Iya, nanti kita urus. SIM sama STNK-nya mana?
Pak! (dompet akhirnya meluncur dari saku belakang. Si polisi sibuk mencocokkan pelat motor dengan STNK, lalu kembali lagi mencocokkan wajah si remaja dengan SIM)
(Ngebut wae maneeeeeh, jerit sopir angkot dari dalam mobilnya)


Jalanan masih remang-remang Cuma ada bayangan lampu-lampu Lalu lintas macet sampai rel kereta di Merdeka. Sialan, kacamatanya mana sih?

Kamu masih bisa jalan?
Hah?
Ayo ikut saya ke Tabes!
Hah? Pak, telinga, hidung saya ada darah!


Pak polisi sudah menghilang. Samar-samar ada tulisan POLISI di bangunan seberang jalan.

Sialan!
(tiiiiiin tiiiiiiin lebok siah! jerit siapa lagi tuh)


Ambulans datang sepersekian detik kemudian. Remaja itu sudah lama semaput lagi. Terlalu banyak darah terbuang dari mulut, hidung, dan telinga. Kulit kepalanya juga robek.

Uh berat banget Anjing! Gak enak

Sirene ambulans itu meraung-raung. Setelah siuman remaja itu langsung duduk. Tidak enak rasanya terbaring melihat langit-langit ambulans. Rasanya mungkin sama seperti ketika Serpico baru kena tembak. Tidak berdaya, banyak pikiran-pikiran aneh melintas di kepala. Ada rasa takut mati, ada rasa bersalah, ada rasa sendirian.

Sialan enggak pernah kepikiran bakal mati sekarang. Atau cacat seumur hidup. Anjing!
Orang tadi itu emang anjing!

Sirene ambulans itu lumayan ampuh. Meski hanya samar-samar terlihat lampu-lampu belakang mobil-mobil itu minggir memberi jalan.

Dik, kita ke rumah sakit ... dulu buat pertolongan pertama. Kata seorang petugas dari bangku kemudi.
Iya, Pak.

(dari tadi belum ada pertolongan pertama?)

Dik, kamu harus pindah rumah sakit. Ada darah dari telinga, tidak bisa dirawat di sini, harus ke rumah sakit besar. Kata seorang suster di rumah sakit tidak besar itu.

Dik, kita ke rumah sakit ... ya. Kata petugas dari bangku kemudi ambulans.
Jangan, Pak. Kita ke rumah sakit ... saja.
Wah itu harus muter, Dik.
(Muter pale lo peyang, gw tau Bandung geblek!)
Muter bagaimana, Pak? Kan kita tinggal belok di simpang ... trus naik, lurus aja ke atas.
(Gila, taruhan goban, Serpico aja belum tentu harus komplain kayak gitu dalam ambulans)


Remaja itu semaput lagi. Pihak rumah sakit tidak besar tadi sama sekali tidak memberi pertolongan pertama karena sudah keburu takut melihat banyak darah keluar dari telinga. Mereka cuma sempat membuat surat rujukan ke rumah sakit besar.

Di rumah sakit besar, seorang petugas rumah sakit telah siaga seratus persen menunggu remaja itu siuman. Tidak ada tindakan medis, tidak ada perban, tidak ada kasur empuk apalagi suster cantik. Semua masih sama: di bangsal ruang darurat terbaring di atas tandu ambulans bersama petugas ambulans.

Dik, dik, ...sebut nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk menjamin kamu...

2 comments:

wordaholic said...

Kayaknya ini sedikit banyak berbau pengalaman pribadi ya, Dik

wordaholic said...
This comment has been removed by a blog administrator.