Blog

Iklan tanpa sutradara asing, anugerah atau musibah?

Pemerintah membatasi tenaga asing dalam pembuatan film iklan yang ditayangkan lembaga penyiaran.
Tempo, 3 Juni 2007

versi suka-suka

Beberapa waktu lalu, isu ini—sebelum benar-benar jadi berita—sempat bikin heboh di kantor. Pak bos bingung, dewan direksi pusing, para creative director emoh kerja, dan staf admin yang enggak ngerti masalahnya malah saling tuduh satu dengan yang lain, lempar-lemparan fitnah, dan timbul rasa saling curiga. Yang jadi masalah adalah salah satu iklan rokok yang dibuat kantor kami menggunakan sutradara bule, pengarah fotografi bule, kameramen bule, kru kamera asal Bangkok, dan disunting di negeri seberang. Celakanya lagi, sampai aturan itu resmi dirilis, iklan itu dipastikan masih dalam proses editing.

Tapi itu masih belum seberapa. Belakangan hari tercium kabar, pak bos ternyata baru saja meneken kontrak membuat iklan dengan sutradara asal Bangkok dan menggunakan model asal Amrik. Gawat. Kontrak yang konon kabarnya bernilai luar biasa itu terancam melayang bila benar aturan itu jadi dilaksanakan per 1 Mei 2007. Itu sebabnya dalam minggu-minggu awal sejak isu itu berembus, suasana kantor jadi kurang kondusif, tidak nyaman, dan membuat beberapa karyawan memutuskan untuk pergi liburan. Yang lainnya, ya ikut-ikutan pusing biar dianggap sepemikiran dengan pak bos. Minimal biar dikira turut merasakan kesulitan yang melanda perusahaan. Halah.

Tapi pak bos bukan tipe bos yang gampang ciut nyalinya hanya karena aturan. Suatu saat dia mengaku punya ide untuk menyiasati aturan. Caranya: “Ya sudah, yang jadi sutradara, ya saya saja, yang jadi DOP (director of photography—Red.) ya saya juga, tulis aja begitu. Nanti kita undang saja si Alex (sebut saja nama seorang sutradara asing—Red.) buat nemenin saya, gampang kan,” kata si pak bos berapi-api. Saat itu semua karyawan mengangguk-angguk mengiyakan ucapan pak bos, tak terkecuali staf admin yang perlahan-lahan, walaupun belum jelas benar, mulai mengerti duduk perkaranya. “Emang pak bos bisa jadi sutradara juga? Hebat ya. Berarti cost kita makin kecil dong,” bisik seorang staf admin kepada teman yang berdiri di sebelahnya. “Hush, sembarangan, bujetnya mah tetap keluar, kan buat bayar si bos yang jadi sutradara. Emang dia mau kerja gak dibayar?” tukas si teman dengan wajah tetap cemberut.

No comments: