Blog

crot

ini bukan janji... ini seperti laki-laki yang kepengin orgasme lagi
crot di sini... crot di dalam blog... croot di kantor.. di jalan... di mana-mana
seperti ariel yg sekarang bebas
mari kita... dokumentasikan crot!

Bali

Aji gundah gulana. Dua pesan pendeknya hari ini tak berbalas. Sudah dua kali pula dia menelepon. Hasilnya nihil. Aji makin resah, semuanya usahanya sia-sia. Tapi, satu pesan pendek lagi ia layangkan. “Hai, masih sakit?”


Aji girang bukan kepalang, hari ini dia tiba di kota tempat gadis itu tinggal. Dikenakanlah pakaiannya yang terbaik. Wewangian meruap dari setiap sudut tubuhnya. Rambutnya kelimis, dahinya licin. Dia berjalan meninggalkan mobil. Sebuah pesan pendek tiba di ponselnya, “Aku sudah di jalan.” Dalam hati Aji tersenyum.


Cangkir kopi hangat tiba di meja. Aji meneliti setiap orang dan setiap kendaraan yang melintas di depan mal. Mobil hitam mengilat datang, Aji menahan napas. Seorang ibu menggandeng putrinya turun. Aji menghela napas, jarinya menggandeng kuping cangkir. Pandangannya beredar dalam mal. Sepasang muda-mudi memasuki kedai dan duduk tak jauh darinya. Dua orang pramuniaga menawarkan leaflet di gerbang mal, seorang gadis cantik melalui mereka. Aji terkesiap. Sekejap ia mengangkat ponsel, tapi batal menekan tombolnya. Sang gadis akan menghubunginya sesampai di mal. Ponsel itu kembali terbaring di atas meja. Dengan sabar Aji menanti hingga gadis cantik tadi akhirnya menghilang di puncak eskalator.


Di pasir pantai, “Sori, Ji. Ponselku jatuh ke dalam bathtub kemarin.” Aji tak lagi hirau dengan bule setengah telanjang yang berjemur di sampingnya. “Oke, good luck ya. Lain kali hati-hati.” Aji beranjak dari kursi malasnya, berhambur ke tengah lautan bersama sekelompok pemuda, menentang ombak.


“Aku tidak bisa hari ini, tidak akan sempat.” Aji melihat pesan pendek itu, lalu pandangannya jatuh pada setumpuk hadiah, oleh-oleh, sedianya untuk sang gadis. Ponselnya berdering pendek, “Ji, sori ya, mungkin lain kali.” Aji membalas,”Enggak apa-apa kok, aku cuma pengen tahu kamu sudah baikan atau belum.”


Di luar mal angin bertambah kencang dan pohon palem menunduk-nunduk ketakutan. Hari semakin muram, deras hujan menciptakan danau-danau kecil di depan mal. Cangkir kopi kedua sudah tiba di meja. Asbak baru sudah diletakkan. Aji meraih ponselnya pada dering pertama. “Sori, hujan deras, agak telat. Sori bgt ya.”

***


Gadis itu tertawa. Matanya setengah tertutup. Kulitnya putih. Rambutnya sebahu. Sepasang kakinya dirapatkan. Tubuhnya berguncang sementara sebelah tangannya menutupi mulutnya. Benar, gadis itu cantik. Di telinga si gadis Aji berbisik. Gadis itu menatapnya sebentar, tersenyum sambil mengangguk pendek, lalu menarik tangannya. Bersama mereka meninggalkan kedai. Di luar mal hari semakin muram, sepasang suami istri merapatkan tubuh mereka, menembus hujan.

Waiting for the punchline


Ini adalah tahun yang manis. 2008 bakal menjadi tahun yang akan terus diingat. Setelah Avenged Sevenfold, ada Extreme.


More Than Words sudah pasti dinanti-nanti. Jujur aja, gw suka lagu ini. Mungkin agak bertentangan dengan blog sebelah-sebelah sana yang menganut “Extreme aliran keras”, yang agak terganggu dengan image “More Than Words” yang kadung menempel pada Extreme. Sebenarnya sih kasus yang sama juga menimpa fans Helloween yang langsung melengos pas gw bilang, “ Ooo, Helloween… Windmill, ya?”


Tentu saja, Extreme enggak sekadar More Than Words. Dia lebih dari itu. Semua orang juga tahu, kecuali memang buat mereka yang kebetulan lagi ngeledek. Nah karena pagi ini kebetulan kerjaan menumpuk, dan seperti biasa: malas menyergap dan ide juga lagi cekak, alangkah baiknya kalo sisa kafein yang masih ada dalam darah dialihkan untuk membuat daftar lagu yang sebaiknya dibawakan Extreme Senin malam nanti.


Buat pembuka sudah pasti Decadence Dance. Kalo boleh meminjam istilah majalah Juice, “Decadence Dance yang menggebrak sebagai lagu pembuka dengan segera membakar crowd di dance floor.” Halah, “ Dance floor?” ...

(... itu sebelum konser, tulisan gak kelar, karena mendahulukan pekerjaan hehehe)


Extreme Fever

(Nah yang ini setelah konser... Udah gatel pengen komentar...)


Pertama, tepuk tangan buat Original Production yang telah mendatangkan Extreme ke Jakarta (satu-satunya kota di Asia Tenggara yang didatangi Extreme. Entah bagaimana caranya, apapun bujukannya, yang pasti tepuk tangan bergemuruh buat Tommy Pratama (kayaknya ini ni bosnya soale alamat Original Production itu www.tommypratama.com)


Kedua, tepuk tangan buat semua penonton. Damn, semua orang hapal lagunya. Agak canggung memang buat Saudades De Rock (baca: sow dodge), tapi tak apalah. Wong gw juga baru denger tu album H-3 menjelang konser. Tapi adalah menyenangkan melihat begitu banyak orang yang sangat antusias dengan musisi idola lo.


Konser mulai entah jam berapa persisnya. Mungkin gak sampai jauh ngelewatin jam 8. Lagu pertama (langsung lagu pertama, karena gak ada band pembuka) bener-bener Decadence Dance! Anjrit, intro lagu yang isinya cuma sepotong permainan piano dan erangan gitar selama satu setengah menit itu kayak lorong waktu, gw yakin semua orang di situ udah balik ke zaman sekolah dulu hehehe. Nah, mulai entakan drum pertama pembuka Decadence, gw udah jadi anak SMP yang lagi jingkrak-jingkrak.


Setelah lagu kedua, Comfortably Dumb (dari album Saudades), suara khas biola intro Rest in Peace kembali “membakar crowd”, anjrit. Selanjutnya berturut-turut, It (‘s A Monster), Star, dan Tell Me Something I don’t Know.


Nah ada catatan khusus buat lagu Tell Me Something ini. Jujur aja dari dulu gw gak pernah tahu cara menikmati lagu ini. Terlalu “suram” dan terlalu banyak “frustrasi”. Tapi di konser itu, anjrit..., atmosfer “suram” yang meledak-ledak tadi bisa bikin orang sehat mendadak histeris.


Mulai dari Play With Me dan seterusnya, suasananya udah encer banget. Yang tadinya cuman ngangguk-ngangguk udah bisa jejingkrakan. Yang tadinya sibuk mantengin handphone (bukannya nonton konser malah jadi kameramen, eh Mat, kalo filenya ok gw minta yak), sekarang udah ngacungin kepal jari jadi tinju. Midnight Express bener-bener nunjukin kualitas teknik gitar Nuno. Dan, satu hal yang baru gw tahu, band ini sangat interaktif dengan penggemarnya. Itu modal mereka buat manggung di Jakarta lagi di tempat yang lebih luas hehehe. Tapi jangan terlalu berharap. Seperti kata Nuno, mereka butuh waktu 19 tahun untuk bisa manggung di sini. Jadi kalaupun akan ada lagi, mereka akan berusaha lebih cepat... 17 tahun lagi kira-kira hehehe.


Setelah itu gw puas banget. Pertunjukan malam itu luar biasa. Stamina Gary, Nuno, Pat, dan Kevin luar biasa. Khusus buat Gary, kualitas vokalnya benar-benar lagi di puncak. Mudah-mudahan dia bisa tetap seperti itu 5 atau 10 tahun, atau lebih lama lagi. Nuno, dahsyat! Gw gak tau komentar orang lain tentang pertunjukan itu. Buat gw sih luar biasa. Semua lagu favorit gw dimainin: Cupid’s Dead (minus horn section tentunya), Get The Funk Out (ini lagu identitas mereka sebagai funk-metal), dan terakhir sebelum medley Queen: I Want To Break Free, Fat Bottomed Girl, Tie Your Mother Down dimainkan (semua orang hafal liriknya!), Hole Hearted akhirnya muncul juga. Sebenarnya ada satu lagu sih yang gw harepin dimainin, Shadow Boxing, lagu tempo sedang yang kaya dengan atraksi gitar. Ah, seandainya saja tidak ada More Than Words... empat lagu tadi harusnya lebih tepat menjelaskan Extreme.

under my skin
fotoida oldigvictor